Kemuliaan manusia terletak pada pikirannya. (Pascal)
Dalam al-Khawatir, Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi mengatakan, "Pikiran adalah alat ukur yang digunakan manusia unutk memilih sesuatu yang dinilai lebih baik dan lebih menjamin masa depan diri dan keluarganya." Dengan berpikir, kata James Allan, seseorang bisa menentukan pilihannya. Dalam psikologi sosial, ilmuan mendefinisikan "berpikir" sebagai bagian terpenting yang membedakan manusia dari binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda mati. Dengan berpikir, manusia bisa membedakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat; antara yang halal dan yang haram; antara yang positif dan negatif. Dengan begitu, ia memilih yang cocok bagi dirinya dan bertanggung jawab atas pilihannya.
Dalam Quwwat al-Tahakkum fi al-Dzat, saya mengutip kalimat bijak dari filsafat India kuno, "Hari ini Anda tergantung pada pikiran yang datang saat ini. Besok Anda ditentukan oleh ke mana pikiran membawa Anda." Begitulah kenyataannya. Perasaan dan perbuatan pasti dimulai dari pikiran. Pikiranlah yang menjadi pendorong setiap perbuatan dan dampaknya. Pikiranlah yang menentukan kondisi jiwa, tubuh, kepribadian, dan rasa percaya diri.
Dalam Aladdin Factor karya Jak Canfield dan Mark Viktor Hansen saya menemukan informasi yang menghentak kesadaran. Dalam buku itu disebutkan bahwa setiap hari manusia menghadapi lebih dari 60.000 pikiran. Satu-satunya yang dibutuhkan sejumlah besar pikiran itu adalah pengarahan. Jika arah yang ditentukan bersifat negatif maka sekitar 60.000 pikiran akan keluar dari memori ke arah negatif. Sebaliknya, jika pengarahannya positif maka sejumlah pikiran yang sama juga akan keluar dari ruang memori ke arah yang positif.
Pada tahun 1986, penelitian Fakultas Kedokteran di San Francisco menyebutkan bahwa lebih dari 80% pikiran manusia bersifat negatif. Hasil penelitian ini memperkuat pernyataan bahwa nafsu cendrung menyuruh pada keburukan (ammarah bial-su'). Dengan hitung-hitungan sederhana, 80% dari 60.000 pikiran, berarti setiap hari kita memiliki 48.000 pikiran negatif. Semua itu turut mempengaruhi perasaan, perilaku, serta penyakit yang mendera jiwa dan raga. Jika demikian, kita harus ekstra hati-hati dalam memilih pikiran di benak kita.
Sekarang saya ingin bertanya :
Ketika anda merasa lapar dan di hadapan anda tersaji tiga menu: makanan rumahan, makana hotel berbintang lima, dan makanan dari keranjang sampah. Mana yang akan anda pilih?
Ketika pertanyaan ini saya lontarkan dalam seminar dan pelatihan yang saya gelar, tak seorangpun memilih makanan dari keranjang sampah. Ada yang memilih makanan rumahan dan ada yang memilih makanan hotel berbintang. Mengapa demikian? Karena, setiap orang sangat memperhatikan kelangsungan hidupnya. Tak seorang pun memilih sesuatu yang berdampak negatif bagi kelangsungan hidupnya.
Jika manusia benar-benar tidak ingin meletakkan sesuatu yang berbahaya dalam tubuhnya, mengapa ia mengisi pikirannya dengan hal-hal yang berpengaruh negatif pada setiap aspek hidupnya, termasuk kesehatan jiwa dan raganya? Mengapa ia memberi gizi pikirannya dari keranjang sampah? Hal ini bergantungpada proses sebelumnya: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan media informasi.
Jadi, kita hampir tidak punya pilihan gizi untuk pikiran dan proses perkembangannya. Kini saatnya kita memilih berbagai pikiran seperti halnya kita memilih makanan yang kita santap dan pakaian yang kita kenakan. Untuk mewujudkan semua itu, kita harus tetap tawakal pad Allah. Kita mulai dari memahami arti pikiran dan kekuatannya. Pikiran adalah kekuatan. Dalam Al-Qur'an Allah SWT membedakan antara orang yang berilmu dan yang tidak. Dia berfirman, Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (al-Zumar: 9).
Karena itu, mari kita mulai menjelajahi kekuatan pikiran.
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
No comments:
Post a Comment